Anak Tunggal

Ini murni kisah gue sendiri. Gakbisa dibandingin sama orang lain. Kita bisa sama-sama anak tunggal tapi cerita kita pasti beda. 

Well, anak gakbisa menentukan mau dilahirkan sama siapa. Begitupun orang tua gakbisa menentukan takdir bisa punya anak berapa.

Sebelumnya, nyokap gue pernah hamil tapi keguguran. 3 tahun kemudian setelah itu lahirlah gue. Bisa dibilang gue "princess". Cucu pertama di keluarga bokap dan cucu perempuan pertama di keluarga nyokap. Life was beautiful, wasn't it?

Gue menikmati masa indah jadi anak tunggal. Semua perhatian. Semua kesibukan. Tertuju ke gue. Tidak-ada-yang-lain. Hampir semua yang gue inginkan bisa gue dapetin (dengan usahanya sendiri). Karena sewajarnya reward tidak datang dengan "aku mau" tapi "mana usahanya?".

Gue tidak tumbuh dengan kemanjaan. Dimarahin selalu jadi a childhood-friend to me. Gue tidur diatas jam 9, nonton TV di malam weekdays, ketauan sms sama cowo, main sore pulang kelamaan, makan bekal gak abis, nilai jelek, mau ulangan tapi belajar sambil main HP, bagi rapot ketakutan, HP disita, dan banyak lagi. Udah tau bakal dimarahin tapi tetep dilakuin lagi. Yaaa, namanya anak kecil. 

Anak kecil itu dulu pernah protes dalem hatinya, kenapa sih punya orang tua keras? Ya kan bisa semuanya diomongin baik-baik. Belum dimarahin kadang udah nangis duluan.

Keluarga gue bisa dibilang berkecukupan. Tapi ada yang dikorbankan dari itu. Masa golden-age gue lalui dengan titel "anak mbak". Gue bangun orang tua gue udah berangkat kerja, begitupun malem gue tidur orang tua gue belum pulang kerja. Lama-lama gue terbiasa. Sampe suatu ketika. 

Anak-batal-liburan-karena-orang-tua-nya-sibuk-kerja. Klasik persis kayak di FTV. Tapi buat gue nyata. Saat kejadian itu, yang ada dipikiran gue, semua perbuatan negatif untuk kerjaan orang tua dengan tujuan gue harus bisa liburan. Tenang aja, setelah beranjak ABG gue sadar kok. Semua yang orang tua lakuin pasti yang terbaik buat anaknya dan gue menyesal pernah kepikiran untuk hal negatif itu. 

Beranjak ABG atau anak SMP. Banyak hal berubah. Almost 180° tapi belum sampe. Bokap gue jadi selalu yang anter-jemput gue pulang sekolah. Nyokap gue selalu ada dirumah. My titel as "anak mbak" has gone. Kaget tapi seneng. Tapi... 

Gue juga selayaknya anak ABG yang banyak pengen tau tentang hal luar. Yang dulu menurut gue masih dibatas wajar tapi sekarang malah jadi bahan ketawaan. Bokap gue keras & galak. Iya. Lalu, apakah gue jadi anak sekolah-les-pulang? Tidak. Gue selalu bisa bikin alesan supaya pulang sekolah selalu main. Apapun dan kemanapun itu. 

Karena menurut gue dimarahin adalah temen jadi semenjak SMP itu bukan ketakutan terbesar lagi buat gue. 

Long story short. Anak ABG ini mulai masuk SMA. Mulai jarang pulang sekolah main. Karena keadaan. Pulang sekolah sore, rapat OSIS, les, dan sebagainya. Terus kebalik. Gue berangkat sekolah matahari belum muncul, gue pulang sekolah matahari udah terbenam. Orang tuanya gakpernah marah lagi. Nilainya bagus. Aktivitasnya full. Gue yakin mereka juga kasian mau marahin. 

Masuk SMA jadi anak remaja. Masalah yang dateng mulai gak becanda. Segala aspek ada aja masalahnya. Tapi disini mulai terlihat. Didikan orang tuanya yang keras & galak itu udah cukup menempa dia jadi anak yang berani dan kuat.

Gue berada di keluarga besar. Ya, besar. Nyokap bokap gue masing-masing 5 bersaudara dan mereka berdua anak sulung. Artinya? They don't know how to be an only child for a lifetime. Dan gue si yang katanya "princess" ini jadi anak tunggal satu-satunya. Karena semua sepupu terdekat gue punya saudara kandungnya masing-masing. Dulu, bukan masalah besar. But, we were growing up. The big problem has come. For. Me.

This isn't my parents fault. Balik lagi ke paragraf dua. But, when i was a happy kid, i thought adulting as an only child would never been this hard.

Nggak, gue disini bukan mau cerita tentang bokap gue yang keras. Tapi bagaimana gue bertahan karena gakpunya temen cerita yang sebaya saat senang atau sedih atau saat dimarahin. Mungkin kalian yang baca ini anak sulung/tengah/bungsu dalem hatinya ada yang bilang "gue juga gakpernah" atau "gue juga pernah". Percayalah gakperlu dibandingin. Tapi inget, saudara kandung adalah darah daging lo juga. Gak-akan-pernah ninggalin lo seburuk apapun hidup lo atau sebenci itu lo sama dia. 

Saat kumpul keluarga, gue adalah orang yang seneng dan sedih at the same time. Kenapa gue bilang the big problem has come? Semua sepupu gue punya orang yang know him/her well karena tiap hari bareng. Atau ya balik lagi, their came from a same gen. Sementara gue? Gue selalu iri. They never know it. I hide it very very good. Smile. Happy. Laugh. And many more. 

Kesepian adalah teman terbaik untuk gue. Darah daging gue mungkin? Hahaha. Kalau ditanya sampe sekarang apa hal yang paling lo benci? Sepi. 

Kenapa dulu si anak ABG itu hobi main? Karena menurut dia dirumah gak asik. Gak ada mahluk hidup lain selain dia dan orang tuanya. Karena orang tuanya galak. Dia gakpernah cerita tentang hidupnya, how-her-day-was-spent, dan banyak lagi. Semenjak SMA, ekspektasi orang tuanya ke dia semakin banyak.  Karena dia merasa hidupnya lagi "straight to the point" jadi dia yakin ekspektasi itu akan berhasil menjadi kenyataan.

Gue pernah, at the lowest point of my life. Gue berkhayal punya kakak. Gue bisa cerita kalau lagi sedih atau seneng, bisa minta saran untuk pilihan hidup kedepannya, bisa berbagi harapan orang tua, dan masih banyak hal lain yang hampir semua gue pikirin. Terus kalau hidup sesuai dengan khayalan, apakah akan jadi lebih indah? We never know.

Year by year. Anak remaja ini masuk kuliah. Ekspektasinya yang dulu waktu SMA banyak yang gak jadi kenyataan. Hidupnya gimana? Hancur. Tapi, orang tua nya gakpernah nyerah ngasih tau kalau hidup masih panjang, masih banyak pilihan. Intinya, gimana kita mau mengambil keputusan. 

Gue gak manja tapi gue diprotect. Bokap gue paling tegas masalah ginian gak ada negosiasi. Gue gakboleh naik kendaraan umum sendirian apapun itu bahkan motor cuma boleh kalau dibonceng bokap. 

Masuk kuliah, gue memilih ngekos selain karena rumah gue jauh. Salah satunya juga karena dirumah gak asik. Ternyata, ngekos gak semudah itu. Gue dituntut untuk mandiri secepatnya. Gue harus bisa naik kendaraan umum sendiri, bangun tidur gak dibangunin nyokap, nyari makan sendiri, hemat, bisa nyalain kompor, bisa nyuci, bisa masak, dan banyaaak banget lagi. Kaget gakusah ditanya. Sering kok nangisnya juga. Oiya, hari pertama gue ngekos nyokap gue nangis. But stop at week 1 and then she is happy. 

Gimana yang udah baca sampe sini. Hidup gue kok sedih-sedih mulu ya? Tenang, bukan sedih. Hidup gue malah becanda mulu. Seneng diketawain. Masalah diketawain dulu baru pusing. Kata orang, selama manusia hidup detak jantung selalu naik turun. Ya masa hidup lurus-lurus aja mati dong.

Gue punya kok sahabat. Gue ESTP dan 86% extrovert. Dimana gue harus bersosialisasi untuk bisa mengumpulkan seluruh energi gue. Rasanya kalau abis ketemu temen, my energy is fully loaded. Di rumah? Tempatnya buang energi. Justru gue dirumah capek, gak semangat, energi gue abis. Sekarang lo tau kenapa gue bilang dirumah gak asik. Oiya, dan bukan berarti dengan extrovert itu semua orang tau kisah hidup gue. Gue gaksuka berbagi cerita sedih. I'm expert to hide it. You know it from above paragraph.

Yang kenal deket gue pasti tau. Gue hobi jalan-jalan. Selain karena keluarga inti gue cuma bertiga. Liburan jadi refreshing tersendiri buat gue. Itu positifnya.

By the way, sekarang gue mulai masuk umur dewasa awal yaitu 23. Umur meniti karir, cari jodoh, dan apapun yang ditanya kalau lagi kumpul keluarga. You-name-it. Kesepiannya masih sama. Ups & downs hidupnya masih sama. Kepribadiannya yang udah beda. 

Gue tau kita hidup di masa millenials. Gak sedikit pasangan yang cuma mau punya anak satu. Gue gak akan menyalahkan, mencoba merubah sudut pandang, atau gimanapun itu. Tapi buat gue sendiri, gue mau kehidupan yang terbaik untuk anak-anak gue kelak. 

Mungkin 10 tahun lagi, gue akan kembali melanjutkan cerita anak tunggal ini. Di saat kehidupan yang udah settle tentunya. Dengan cerita suami dan anak-anak gue nanti. 

•••

Hi, terima kasih ya udah baca cerita ini sampe abis. Intinya mau anak tunggal/sulung/tengah/bungsu gak ada yang sepenuhnya enak. Semua punya ceritanya masing-masing. So, this is my story. 💚





Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020

⚪️⚫️